Rabu, 08 April 2015

pondok pesantren assiddiqiyah cahaya dakwa islam

Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, Cahaya Dakwah Islam di Ibu Kota

Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah JakartaBisa dibilang, Asshiddiqiyah kini menjadi Pesantren bergengsi dan terbesar di Jakarta. Jumlah santri sekitar 7000 santri belum terhitung yang ada di cabang-cabang di daerah lainnya.
Pesantren Asshiddiqiyah selain di Kebon Jeruk Jakarta juga terdapat Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II di Batu Ceper Tangerang Banten, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah III di Cilamaya Karawang Jawa Barat, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah IV di Serpong Tangerang Banten, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah V di Cijeruk Bogor Jawa Barat, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah VI di Sukabumi Jawa Barat, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah VII di Way Kanan Lampung, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah VIII di Musi Banyuasin Palembang Sumatera Selatan.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah didirikan pada bulan Rabi’ul Awal 1406 H (1 Juli 1985 M). Pondok Pesantren Asshiddiqiyah pertama kali didirikan oleh Dr. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ, putra dari salah satu kyai besar Jawa Timur yang berasal dari Banyuwangi yaitu KH. Iskandar, di atas tanah yang diwakafkan oleh H. Abdul Ghoni Dja’ani (Haji Oon), putra dari KH. Abdul Shiddiq di kawasan Kelurahan Kedoya Selatan Kebon Jeruk yang saat itu dipenuhi rawa dan sawah. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah diasuh oleh DR. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ.
Dalam usianya yang ke-25, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah telah membuka delapan cabang yang tersebar di beberapa daerah, yaitu: Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Pusat, Kebon Jeruk Jakarta Barat, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II, Batu Ceper Tangerang Banten, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah III, Cilamaya Karawang Jawa Barat, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah IV, Serpong Tangerang Banten, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah V, Cijeruk Bogor Jawa Barat, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah VI, Sukabumi Jawa Barat, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah VII, Way Kanan Lampung, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah VIII, Musi Banyuasin Palembang Sumatera Selatan.
Selain memiliki kerangka umum pendidikan formal di satu sisi dan kerangka khusus kurikulum kepesantrenan di sisi lain, sesuai dengan Trilogi Pondok Pesantren Asshiddiqiyah yang menjadi tujuan dasar berdiri, yaitu: (1) Menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, serta membangun Iman dan Taqwa secara lebih mendalam; (2) Berakhlakul karimah, sebagai dasar dari perikehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bertanah air; (3) Menguasai bahasa asing, dalam hal ini yaitu Bahasa Arab dan Bahasa Inggris seiring perkembangan zaman dengan tanpa meninggalkan sokoguru daripada dasar pendidikan islam.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah menanamkan prinsip dasar dalam pendidikan yakni melestarikan kebiasaan hal-hal yang baik yang telah dilakukan sejak dahulu (pembelajaran buku-buku serta metode klasik), serta melakukan kebiasaan hal-hal terbaru yang dilakukan orang pada masa kini yang lebih baik.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah menyelenggarakan pendidikan formal yang telah terakreditasi dengan baik, seperti: MI (Madrasah Ibtidaiyah), pendidikan formal keagamaan setingkat Sekolah Dasar, MTs (Madrasah Tsanawiyah), pendidikan formal keagamaan setingkat Sekolah Menengah Pertama, SMP Islam, MA (Madrasah Aliyah), pendidikan formal keagamaan setingkat Sekolah Menengah Atas, SMA Islam, SMK Islam.
Sang pendiri, Dr KH Noer Muhammad Iskandar, SQ, merupakan putra dari salah satu kyai besar Jawa Timur yang berasal dari Banyuwangi yaitu KH Iskandar. Pesantren didirikan di atas tanah yang diwakafkan oleh H Abdul Ghoni Dja’ani (Haji Oon), putra dari KH Abdul Shiddiq di kawasan Kelurahan Kedoya Selatan Kebon Jeruk yang saat itu masih dipenuhi rawa dan sawah.
Langkah pertama yang ia tangani adalah membangun mushola kecil dari tripleks. Modal membangunnya dari bapak H Abdul Ghani, Putra ketiga H Djaani. Seperti kisah sukses pada umumnya Asshiddiqiyah pun merintis dengan keprihatinan, namun dalam keprihatinan ini ia punya keyakinan yang cukup kuat, bahwa kelak lembaga pendidikan ini akan bisa maju dan berkembang.
Bahkan kini, di Kedoya, dari lahan wakaf yang seluas 2000 meter, telah berkembang menjadi 2,4 ha, yang di Batu Ceper sudah berkembang menjadi enam hektare, yang di Cilamaya menjadi 11 Hektare dan yang di Cijeruk menjadi 42 hektare. Semua cabang-cabang ini sudah dalam perencanaan besar untuk pengembangan Asshiddiqiyah masa depan.
Kini, setelah 25 tahun perjalanannya, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah dibawah asuhan Dr. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ., telah mengembangkan sayap dengan menempatkan beberapa cabangnya yang juga bernama Asshiddiqiyah sebanyak 7 cabang di berbagai wilayah di negeri ini.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Kedoya Kebon Jeruk ini adalah Pondok Pesantren Asshiddiqiyah yang pertama kali berdiri dan menjadi pelopor berdirinya beberapa cabang Pondok Pesantren Asshiddiqiyah di beberapa tempat lainnya. Di sini juga menjadi tempat kediaman pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, DR. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ, beserta istri Ibu Nyai Hj. Noerjazilah, BA, dan kelima anaknya.
Unit kegiatan pendidikan yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Pusat: SMP Islam Manba’ul Ulum Asshiddiqiyah, Madrasah Aliyah Manba’ul Ulum Asshiddiqiyah, Ma’had Aitam Saa’idusshiddiqiyah (Tahfidzul Qur’an), Ma’had ‘Aly Saa’idusshiddiqiyah (Sekolah Tinggi Agama Islam, setara Strata 1).
Unit pendidikan di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Batuceper adalah : MTs Manba’ul Ulum Asshiddiqiyah, SMP Manba’ul Ulum Asshiddiqiyah, SMA Manba’ul Ulum Asshiddiqiyah, SMK Manba’ul Ulum Asshiddiqiyah.
Sebagai salah satu unit pendidikan di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Batuceper Kota Tangerang, SMA Manba’ul Ulum mempunyai visi dan misi yaitu ”Menjadi Sekolah Menengah tepercaya dalam membangun sumber daya manusia unggul pada bidang keilmuan, peka terhadap masalah sosial, apresiatif akan nilai-nilai keagamaan dan perkembangan budaya.”
Misi pendidikannya (1) Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang dinamis dan inovatif dengan pola manajemen memelihara tradisi lama yang positif dan mengambil nilai-nilai baru yang konstruktif; (2) Mengembangkan materi dan sistem pendidikan yang menyeluruh, berkesinambungan,relevan dengan kebutuhan masyarakat dan dunia global; (3) Meningkatkan proses pembelajaran yang mampu mengembangkan potensi, kreasi, dan kompetisi siswa,;(4) Meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru dan pengelola pendidikan; (5) Meningkatkan dan mengembangkan sarana prasarana pendidikan berbasis teknologi modern dan berkultur pesantren.
Noer Muhammad Iskandar dibesarkan di Dusun Sumber Beras Banyuwangi. Beliau mengikuti pendidikan dasar dan menengahnya di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum di Sumber Beras yang diasuh oleh Ayahnya sendiri. Kemudian ia melanjutkan studi guna memperdalam lagi ilmu pengetahuan dan keagamaannya di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri Jawa Timur.
Lepas dari Lirboyo, ia melanjutkan ke Perguruan Tingi Ilmu Al Qur’an (PTIQ) jurusan Syariah dari tahun 1976-1982. Uniknya selama menjadi mahasiswa ia menjalani hidup dalam serba keprihatinan dan kesederhanan. Sekalipun tantangan hidup dan kondisi ekonomi yang serba pas-pasan KH Nur Iskandar tetap bertahan untuk kuliah, apalagi ia juga mendapatkan beasiswa. ”Kenangan yang paling indah adalah saya sering tidak makan dan hidup prihatin.”
Di tengah suasana yang penuh keprihatinan itulah, ia lalu mencari penghasilan tambahan dengan mengajar mengaji privat dari mushola ke mushola. Ia punya pengalaman menarik saat pulang mengajar Al Qur’an dengan masyrakat di perkampungan penduduk pernah dikejar-kejar anjing di daerah Kebayoran Baru. “Mungkin hikmahnya setelah saya dikejar-kejar anjing saya tidak lagi mengajar private. Namun berkembanglah bakat saya sebagai dai dan saya mulai dikenal dari musola sampai masjid-masjid sebagai dai yang ada di Jakarta.”
Bakat dan minatnya untuk mendirikn dan mengelola pesantren pun berlabuh. Bersama dengan beberapa teman, KH Noer Muhammad Iskandar mendirikan Yayasan Al-Muchlisin di Pluit. Berbagai kegiatan pendidikan yang sudah mulai dirintis, kemudian ia tangani dengan sepenuh hati. Bahkan, kegiatan yang berawal dari remaja Masjid Al Muchlisin ini, telah berkembang menjadi madrasah Diniyah, yang dari situ lambat laun mulai mendapat simpati masyarakat.

k.h.noer muhammad iskandar.s.q

K.H. Noer Muhammad Iskandar S.Q

Pendiri Pesantren Asshiddiqiyah

Kedekatan dengan Gus Dur dan Kisah Kelahirannya

Sumber Beras nama sebuah dusun di Banyuwangi, Jawa Timur. Dusun ini dikenal sebagai desa santri. Ada sebuah pesantren besar di dusun ini yang menampung santri dari berbagai daerah. Dulu sebelum ada pesantren, seperti umumnya desa-desa di banyuwangi, Sumber Beras juga gudangnya kaum bromocorah, tukang santet dan jawara. Di desa itulah Kiai Noer Iskandar lahir pada tanggal 5 juli 1955 dari pasangan Kyai Iskandar-Hj.Siti Rabiatun.
Berawal dari desa di pelosok Banyuwangi, Kiai Noer Iskandar merambah ke tingkat nasional. Kiai Noer juga dikenal bersahabat baik dengan mantan Presiden RI ke 4, K.H.Abdurahman Wahid atau Gus Dur. Maka Kiai Nur mengetahui persis kisah di seputar terpilihnya Gus Dur menjadi Presiden RI.kiai noer2
Kia Nur menceritakan, sebelum memasuki Sidang Umum MPR 1999, dia dibisiki Gus Dur. “Menurut Gus Dur, realitas politik menuntut adanya calon Presiden alternative yang bisa menjadi perekat diantara dua kekuatan riil yang bertarung di Sidang Umum MPR,”ujarnya ketika ditemui di Pesantren Ashidiqiyah, Kedoya, Jakarta Barat. Saat itu kekuatan yang dominan ada pada Megawati calon dari PDIP yang meraih suara terbesar pada pemilu 1999 dan B.J.Habibie, calon yang diajukan Golkar.
Ketika tanggal 16 juni 1999, Gus Dur mengadakan pembicaraan dengan Syafiie Maarif-ketua PP Muhamadiyah -saat itu, dilontarkan pikiran tersebut. Ada kecemasan dari Gus Dur terhadap kemungkinan terjadinya perpecahan pada elemen-elemen bangsa.
Bila Habibie terpilih, ada kekhawatiran pendukung megawati akan menolaknya. Begitu juga sebaliknya, bila Megawati yang terpilih, pendukung Habibie tidak akan menerima.Sehingga bukan tidak mungkin akan terjadi perpecahan di masyarakat.
Karenanya , Gus Dur meminta pandangan Syafii Maarif terhadap dimunculkannya calon alternatif yang bisa diterima. “Siapa orangnya ? Dengan penuh keyakinan dan percaya diri, Gus Dur menyebut dirinya. Bahkan seperti dikatakan Syafii kepada wartawan, Gus Dur bahkan telah menyiapkan “Kabinet Rekonsiliasi Nasional”. Setelah itu Amien Rais ketua PAN menemui Gus Dur di kantor PB NU dan Gus Dur melakukan kunjungan balasan ke gedung Dakwah Muhammadiyah. Setelah seranngkaian pertemuan itu, bergulirlah kaukus baru yang bernama poros tengah dengan mengusung nama KH Abdurrahman Wahid sebagai calon Presidennya.
Pencalonan Gus Dur menimbulkan dilema pada awalnya, apalagi dengan Amien rais sebagai tokoh penggeraknya. “Ada keragu-raguan jangan-jangan Gus Dur sedang melakukan maneuver untuk membuka jalan bagi Megawati. Atau sebaliknya seriuskah Poros Tengah mendukung Gus Dur,”katanya.
kiai noer5Persoalannya sederhana saja, dilema itu muncul karena pemikiran Gus Dur seputar kesiapannya dan langkah strategis yang diambil Amien Rais tidak tersosialisasikan dengan baik.
Namun ,Kiai Noer yang banyak mendampingi Gus Dur melihat bahwa Gus Dur santai menghadapi itu semua. “Gus Dur tidak sedikit pun menunjukkan ketegangan.Ia begitu memahami perkembangan yang terjadi, baik dari kelompok Mega maupun Habibie.
Sementara Gus Dur secara pribadi tampak begitu rileks dan tidak menunjukkan adanya ambisi pribadi yang berlebihan. Seakan, Gus Dur membiarkan prose situ mengalir dengan wajar. Setiap kali bicara Gus dur selalu tampil apa adanya dengan joke-joke politiknya yang bisa mencairkan ketegangan.
Dalam sebuah kesempatan di tempat istirahat Gus Dur di Hotel Mulia, Jakarta. Kiai Noer mengaku dibisiki Gus Dur. Menurutnya dia yang akan terpilih. Perhitungannya bukan sekedar angka matematis, tapi Gus Dur mendapat isyarat yang diyakininnya bahwa dialah yang kelak menjadi Presiden. “Namun hal-hal seperti ini tidak disampaikan Gus Dur secara terbuka”, ungkapnya.
Berkaitan dengan hal itu, Kiai Noer menceritakan kejadian di makam Bung Karno, Blitar. Saat itu, Kiai Noer, Gus Dur dan Megawati serta Kiai-kiai di Jawa Timur lagi ziarah. Pada saat akan membaca tahlil, tiba-tiba Gus Dur menunjuk Kiai Noer untuk memimpin doa. Meski dalam kondisi kecapekan karena menempuh perjalanan jauh karena amanah dari Gus Dur, Kiai Noer akhirnya memimpin tahlilan.
“Selang beberapa menit tahlil, saya diserang rasa kantuk yang hebat. Beberapa menit sempat tertidur di sela-sela tahlil. Saya merasa bermimpi melihat Bung Karno memberikan keris kepada Gus dur,”kisahnya.
Usai tahlil, dia ditanya Gus Dur, apa yang tadi dimimpikan saat tertidur. Kiai Noer pun lantas menceritakan mimpinya tadi.Spontan Gus Dur mengomentari,”Itu pertanda saya yang akan jadi Presiden”. Maka Gus Dur semakin mantap maju menuju RI 1 dan mendapat restu Kiai-kiai Sepuh NU.
Ketika Gus Dur terpilih berdasarkan perolehan suara terbanyak, Gus Dur menunjukkan sikapnya yang sangat kompromis dan akomodatif.

Sinar

Kedekatannya mantan Presiden Gus Dur sekaligus dengan lingkar kekuasaan agaknya telah diberi tanda-tanda oleh Allah sejak dalam kandungan. Kisah-kisah tentang detik-detik kelahiran Kiai Noer Iskandar beberapa kali didengar dari Ibunya Hj.Siti Rabiatun.
Ibunya selalu berpesan agar tidak menceritakannya pada orang lain termasuk kepada saudara-saudaranya. “Kata ibu, kisah ini hanya ayah saja yang tahu. Kisah seputar sinar terang yang memancar ke rumah kami saat menjelang kelahiran saya. Saya mendengarnya dengan penuh haru sekaligus merasa menerima amanat orangtua,”katanya.kiai noer4
Kiai Noer mengkisahkan, sore itu ibunya mengandung dirinya belum genap sembilan bulan. “Tidak ada rasa sakit atau mulas-mulas,”begitu kisah ibunya. Seperti malam-malam sebelumnya, ibunya bertugas mengajar Al quran. Menjelang malam, biasanya Ibu Kiai Noer tidur lebih awal. Maksudnya agar tidak sulit bangun malam. Qiyamul-lail atau shalat tahajud, kebiasaan yang tidak pernah luput dikerjakan.
Malam itu, seperti biasa, Ibu Siti bangun dan berwudhu. Baru beberapa rakaat shalat , ibu Siti istirahat sejenak, dia merasakan si bayi dalam kandungannya memberontak ingin keluar. Saat itu ada kejadian yang muncul di detik-detik kelahiran Kiai Noer. Malam itu, Ibu Siti melihat seberkas sinar memancar ke arah rumah. Ibu Siti tenang, meneruskan Shalat, tapi sinar itu sekali lagi memancar dan menyinari rumah.
Lalu Ibu Siti sejenak berhenti shalat. Namun saat itu bayi yang dikandung seakan berontak dan ingin keluar. “Ibu mengaku tidak mengerti, hanya bisa pasrah. Apapun yang terjadi terjadilah.Kelahiran saya begitu mudah terjadi,”ujarnya.
Setelah beberapa hari, kisah ini disampaikan Ibu kepada ayah Kiai Noer. Konon, Kiai Iskandar hanya manggut-manggut dan berpesan agar tidak diceritakan kepada siapa pun. “Saya pun baru diberitahu setelah beranjak dewasa, saat hendak meneruskan pendidikan di Jakarta. Ibu seakan berbisik bahwa kelak masa depan saya terang, seterang sinar yang mengantar kelahiran saya,”paparnya.
Cahaya terang terus mengiringi ketika usianya 27 tahun, tahun 1982. Kiai Noer Iskandar menikah dengan Siti Nur Jazilah, puteri Kiai H.Mashudi asal Tumpang,Malang, Jawa Timur.
Sesuai saran K.H.Mahrus Ali dari Pesantren Lirboyo saat memberikan khutbah nikah, Kiai Noer Iskandar seminggu setelah menikah ke Jakarta meski tanpa persiapan yang matang. “Saya sebetulnya tidak siap, jangankan untuk tempat tinggal, untuk makan pun juga tidak ada gambaran dengan jelas.Karenanya hari-hari pertama di Jakarta hanya bergantung pada teman-teman. Kami hidup dari satu rumah teman ke rumah teman yang lain. Alasan yang saya gunakan tentu saja memperkenalkan istri saya,”tuturnya.
Lantas Kiai Noer mengkontrak rumah di kawasan Kebon jeruk,Jakarta Barat. Saat itu Kiai Noer dipercaya mengisi ceramah di radio CBB, siarannya seminggu sekali. Seiring dengan siaran di radio, permintaan ceramah sampai ke luar Jakarta seperti Lampung, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. “Saat itu mimpi saya tentang sebuah lembaga pendidikan Islam yang berorientasi pada amaliyah semakin menggebu,”katanya.
kiai noerDoa Kiai Noer tidak lama dikabulkan Allah, seorang sahabat lamanya datang kepadanya menceritakan tentang sukses pekerjaannya yang terkait dengan Pantai Mutiara Indah Pluit. Kedatangannya kali ini berterimaksih padanya. “Atas doa saya katanya bisa sukses . Saya kaget , saya memang pernah dimintakan bantuannya untuk mendoakan pekerjaannya.Saya bacakan surat Yasin, saya shalat malam untuk itu, saya berdoa dengan sungguh-sungguh,”bebernya.
Kini teman saya itu datang dengan membawa hadiah sebuah kios kecil di kawasan Pluit dan biaya untuk saya berangkat haji. “Hadiah terakhir ini begitu mengharukan saya. Air mata saya pun tak terasa menetes. Ya Allah engkau telah membuka jalan kami,”kisahnya.
Ternyata masih ada lagi anugerah yang dating tak terduga-duga. Ceritanya, ketika akan mengurus keberangkatan Haji atas biaya dari temannya itu tahun 1983, waktu pendaftaran sudah tutup. Namun dia tidak ingin menunda keberangkatan. Dia menemui temannya yang menjadi asisten menteri agama saat itu.
Betapa terkejut dia karena telah sekian lama mencari dirinya untuk diminta mengelola sebidang tanah di Kedoya untuk dijadikan lembaga pendidikan. Tanah ini diserahkan keluarga H.Jaani kepada H.Rosyadi untuk dibangun menjadi lembaga pendidikan Islam.
Untuk memberikan jawaban, Kiai Noer seperti biasa harus menunggu isyarat langit, istikharah. “Shalat istikharah pertama kali 12 rakaat. Isyarat yang saya dapatkan menunjukkan bahwa lahan itu baik dan prospektif. Saya juga mendiskusikannya dengan istri saya. Dalam hati kecil saya selalu bertanya pada Allah, Inikah yang disebut anugerah-Mu ya Allah,”katanya.
Berhubungan dengan itu, Kiai Noer mengalami kejadian menakjubkan di Madinah. Kiai Noer dengan rombongan Kiai-kiai dari Jawa Timur sedang menunggu shalat magrib di masijd Nabi. Tiba-tiba ada seorang tua yang tak dikenal menyodorkan kitab supaya dibaca. Tidak hanya itu, dia minta dijelaskan beberapa bagian bab kitab itu.
Kiai Noer meminta supaya yang membaca Kiai lain saja . Namun orang tua yang dari Yaman itu tetap meminta membacakannya.”Kamu jangan pelit dengan ilmu. Apapun yang kamu bisa seharusnya kamu ajarkan pada orang lain. Jangan kamu simpan sendiri.Orang lain mempunyai hak untuk diajarkan sampai jalan mereka tidak menjadi sesat,”kata orang Yaman itu.
Atas restu dari Kiai lainnya, Kiai Noer membacakan kitabnya. Selesai satu lembar dibacakan, orang tua itu menutup kitabnya, merangkul Kia Noer lalu member uang beberapa real, lantas pergi meninggalkan mereka.
Sejak kejadian itu, Kiai Noer semakin mantap untuk menerima dan mengeolala tanah wakaf dan pesantren di Kedoya, Jakarta Barat yang bernama Ukhuwah Islamiyah . Pesantren itu lalu diganti nama menjadi Pesantren Asshiddiqiyah sampai sekarang. Bahkan kini telah mempunyai 11 cabang di beberapa kota.

sejarah islam

Asshiddiqiyah 3 karawang




Selayang Pandang
Pondok Pesantren Asshiddiqyah didirikan pada Bulan Rabi’ul Awal 1406 H (1 Juli 1985), dalam kapasitasnya sebagai lembaga pendidikan keagamaan dan sosial kemasyarakatan. Alhamdulillah, Asshiddiqiyah senantiasa eksis dan tetap pada komitmennya sebagai benteng perjuangan syiar islam. Kini dalam usianya yang lebih dari seperempat abad, telah membuka sepuluh pondok pesantren yang tersebar dibeberapa daerah, yaitu Jakarta (Asshiddiqiyah Induk), Batu Ceper Tangerang (Asshiddiqiyah 2), Cilamaya Wetan Karawang (Asshiddiqiyah 3&5), Cilamaya Kulon Karawang (Asshiddiqiyah 4), Cijeruk Bogor, Muba Palembang Sumsel, Way kanan Lampung, danSukaBumi Jawa Barat.
Selain memiliki kerangka dasar pendidikan kepesantrenan dan kurikulum pendidikan formal, Asshiddiqiyah mempunyai tujuan dasar, yang disebut trilogy Asshiddiqiyah, Yaitu :
Pertama,   Membentuk pribadi muslim yang berakhlaq mulia karena diharapkan santri Asshidiqiyah menjadi pewaris para Nabi (Ulama) seperti yang diisyaratkan dalam hadits Nabi :Sesungguhnya pewaris Nabi adalah Ulama (al-hadits).
Kedua,        Membangun kemampuan santri dalam Bahasa Arab sebagai dasar penguasaan bahasa literature agama Islam sehingga para santri mampu mendalami ajaran Islam dari sumber yang asli, serta Bahasa Inggris sebagai bahasa dakwah dan komunikasi karena santri Asshiddiqiyah mempunyai kemampuan berdakwah di dunia internasional, sebagaimana diisyaratkan dalam Al-qur’an : “mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan member peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka dapat menghargaidirinya”. (QS. At-Taubah : 22).
Ketiga,        Membangun kemampuan santri dalam menguasai ilmu pengetahuan dan agama sekaligus agar mampu jadi khalifah di muka bumi sebagaimana diisyaratkan dalam Al-qur’an  : “dan Dialah yang menjadikan kamu khalifah di muka bumi dan Dia meninggikan kamu sebagian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat”. (QS. Al-An’am : 165 ).
DR. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ
Pengasuh
Trilogi Asshiddiqiyah

BERAKHLAQUL KARIMAH
BERBAHASA INTERNASIONAL
MENGUASAI IPTEK DAN IMTAQ

Pondok Pesantren Asshiddiqiyah  Karawang
PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH 3 CILAMAYA WETAN KARAWANG — Karawang


Jl. Singaperbangsa Kosambilempeng Barat Desa Sukatani
Kecamatan Cilamaya Wetan Kabupaten Karawang 41384
Hotline : (0264) 340511 – 8380179  Fax : (0264) 8380220
 
A. PENDIDIKAN FORMAL
1. Madrasah Ibtidaiyah (Terakreditasi B)
2. Madrasah Tsanawiyah (Terakreditasi B)
3. Madrasah Aliyah (Terakreditasi A)
B. PENDIDIKAN NON FORMAL
1. Madrasah Diniyah Awaliyah & Diniyah Wustho
2. Program Pengajaran Al-Qur'an
3. Program Pengajaran Bahasa Arab
4. Program PengajaranBahasa Inggris
5. Program Pengajaran Bahasa Mandarin
C. EKSTRAKURIKULER
1. Qiro'atul Qur'anr
2. Pidato (Arab/Inggris/Ind)
3. Drumband
4. Pencak Silat
5. Komputer
6. Palang Merah Remaja
7. Paskibra & Pramuka
AKTIVITAS KEPESANTRENAN
04.00 Bangun Pagi, Shalat Tahajud, Tadarus Alqur'an
04.30 Sholat Shubuh
05.00 Pengajaran Bahasa Arab dan Inggris
06.00 Mandi, Sarapan dan Persiapan Sekolah
07.00 Sholat dhuha
07.30 Belajar Formal
12.35 Jama'ah Dzuhur, Makan Siang
13.30 Belajar Madrasah Diniyah
15.30 Jamah Ashar, Istirahat/Ekstra
17.30 Pembacaan Aurod, Jama'ah Maghrib, Mengaji Alqur'an
19.30 Makan Malam, Jama'ah Isya
20.00 Mutholaah/Diskusi/Belajar Bersama
22.00 Istirahat/Tidur
Setiap satu bulan sekali dilakasanakan Sholat Sunah Tasbih bersama


PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH 4 CILAMAYA KULON KARAWANG

Selasa, 07 April 2015

profil ma manbaul ulum assiddiqiyah 06 serpong

 PROFIL MA MANBAUL ULUM
PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH 06 SERPONG 
 

Identitas Madrasah 

Nama Sekolah                   : MA. Manbaul Ulum Asshiddiqiyah
NSM                                 : 131236030076
Status                               : Terdaftar
Alamat                              : Jl. Raya Puspiptek Gg. Masjid Kp. Setu RT. 14/04 Ds. Setu
                                          Kec. Setu Kota Tangerang Selatan
Propinsi                            : Banten
Kabupaten/Kota                 : Tangerang Selatan
Kecamatan                        : Setu
Desa                                 : Setu
Jalan                                 : Jl. Raya Puspiptek Gg Masjid
Kode Pos                           : 15314        
Telepon                              : (021) 91308265

Identitas Kepala Sekolah

Nama                                 : H. Sadeli, S.Pd.I
Tgl. Lahir                            : Jakarta, 27 Juli 1966
Alamat                                : Pejuangan Kebun Jeruk, Jakarta Barat
Latar Belakang Pendidikan   : Pendidikan Agama Islam IAIJ Jakarta

VISI MISI

Ø  VISI
Unggul, Kreatif, berwawasan IPTEK berlandaskan IMTAQ dan Akhlakul Karimah

Ø  MISI
AKADEMIK

·         Unggul dalam perolehan nilai Ujian Nasional (UN)
·         Unggul dalam prestasi output MA yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN)
·         Unggul dalam berkomunikasi Bahasa Arab dan Bahasa Inggris

NON AKADEMIK
·         Unggul dalam prestasi olah raga dan seni di tingkat Nasional
·         Mampu memimpin acara keagamaan yang berkembang dimasyarakat
·         Membentuk santri kreatif, Inofatif, Ilmiyah dan berakhlakul karimah
·         Membentuk manusia siap pakai dimasyarakat
Rabu, 31 Oktober 2012

Khulafaur Rasyidin

Khulafaur Rasyidin adalah para kholifah yang arif bijaksana. Mereka adalah keempat sahabat yang terpilih menjadi pemimpin kaum muslim setelah Nab Muhammad Rasulullah saw. wafat. Keempat kholifah tersebut ialah:
1. Abu Bakar Ash-Shiddiq ra.;
2. Umar bin Kaththab ra.;
3. Utsman bin Affan ra.; dan
4. Ali bin Abi Thalib ra.
Keempat kholifah itu selain berhasil melanjutkan perjuangan Rasulullah saw. menegakkan ajaran tauhid, juga sukses memperluas penyebaran dan mengharumkan nama Islam. Berikut ini kami uraikan sekelumit riwayat hidup dan jasa keempat kholifah tersebut.
A. Abu Bakar Ash-Shiddiq ra (11-13 H/632-634)
Nama aslinya adalah Abdul Ka’bah. Lalu Nabi Muhammad saw. mengganti namanya dengan Abdullah. Lengkapnya Abdullah bin Abi Quhafah at-Tamimi. Ia terlahir dari pasangan Usman (Abu Quhafah) bin Amir dan Ummu Khoir Salma binti Sakhr, yang berasal dari suku Taim, suku yang melahirkan tokoh-tokoh terhomat.

Tokoh Islam

Bagaimanakah Islam sampai kepada kita?
Tentunya Muhammad Rasulullah SAW adalah orang yang paling berjasa sehingga Islam sampai ke tengah-tengah kita. Selain itu banyak pula alim ulama dan tokoh-tokoh Islam yang mempelajari Islam secara turun temurun hingga akhirnya sampai kepada kita.
Adapun urutan penyampaian ajaran Islam adalah sebagai berikut :
1. Muhammad SAW adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus Allah SWT sebagai pembawa kabar gembira dan peringatan kepada seluruh umat manusia. (QS. Saba : 28)
2. Sahabat, adalah tokoh-tokoh Islam yang hidup sezaman dengan Rasulullah SAW dan turut berjuang bersama beliau.
3. Tabi’in adalah ulama-ulama atau tokoh-tokoh Islam yang lahir setelah Rasulullah SAW wafat dan mempelajari Islam dari para sahabat.

pondok pesantren assiddiqiyah

Pondok Pesantren Asshiddiqiyah

Pondok Pesantren Asshiddiqiyah adalah salah satu pesantren besar di Indonesia. Pesantren ini didirikan pada bulan Rabi'ul Awal 1406 H (1 Juli 1985 M). Pondok Pesantren Asshiddiqiyah pertama kali didirikan oleh Dr. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ, putra dari salah satu kyai besar Jawa Timur yang berasal dari Banyuwangi yaitu KH. Iskandar, di atas tanah yang diwakafkan oleh H. Abdul Ghoni Dja'ani (Haji Oon), putra dari KH. Abdul Shiddiq di kawasan Kelurahan Kedoya Selatan Kebon Jeruk yang saat itu dipenuhi rawa dan sawah. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah diasuh oleh DR. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ.
Dalam usianya yang ke-25, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah telah membuka delapan cabang yang tersebar di beberapa daerah, yaitu:
  1. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Pusat, Kebon Jeruk Jakarta Barat
  2. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II, Batu Ceper Tangerang Banten
  3. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah III, Cilamaya Karawang Jawa Barat
  4. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah IV, Serpong Tangerang Banten
  5. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah V, Cijeruk Bogor Jawa Barat
  6. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah VI, Sukabumi Jawa Barat
  7. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah VII, Way Kanan Lampung
  8. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah VIII, Musi Banyuasin Palembang Sumatera Selatan
Selain memiliki kerangka umum pendidikan formal di satu sisi dan kerangka khusus kurikulum kepesantrenan di sisi lain, sesuai dengan Trilogi Pondok Pesantren Asshiddiqiyah yang menjadi tujuan dasar berdiri, yaitu:
  1. Menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, serta membangun Iman dan Taqwa secara lebih mendalam.
  2. Berakhlakul karimah, sebagai dasar dari perikehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bertanah air.
  3. Menguasai bahasa asing, dalam hal ini yaitu Bahasa Arab dan Bahasa Inggris seiring perkembangan zaman dengan tanpa meninggalkan sokoguru daripada dasar pendidikan islam.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah menanamkan prinsip dasar dalam pendidikan yaitu:
ﺍﻠﻤﺤﺎﻓﻈﻪ ﻋﻠﻲ ﺍﻠﻗﺪﻳﻢ ﺍﻠﺻﺎﻠﺢ وﺍﻠأﺧﺬ ﺑﺎﻠﺠﺪﻳﺘ ﺍﻠأﺻﻠﻊ
Melestarikan kebiasaan/hal-hal yang baik yang telah dilakukan sejak dahulu (pembelajaran buku-buku serta metode klasik), serta melakukan kebiasaan/hal-hal terbaru yang dilakukan orang pada masa kini yang lebih baik
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah menyelenggarakan pendidikan formal yang telah terakreditasi dengan baik, seperti:
  1. MI/Madrasah Ibtidaiyah, pendidikan formal keagamaan setingkat Sekolah Dasar.
  2. MTs/Madrasah Tsanawiyah, pendidikan formal keagamaan setingkat Sekolah Menengah Pertama.
  3. SMP Islam/Sekolah Menengah Pertama Islam.
  4. MA/Madrasah Aliyah, pendidikan formal keagamaan setingkat Sekolah Menengah Atas.
  5. SMA Islam/Sekolah Menengah Atas Islam.
  6. SMK Islam/Sekolah Menengah Kejuruan Islam; dan

Sejarah Berdiri dan Pengasuh

Sebagaimana telah diungkap di atas, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah pertama kali berdiri pada bulan Rabi'ul Awal 1406 H (1 Juli 1985 M). Pondok Pesantren Asshiddiqiyah pertama kali didirikan oleh Dr. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ, putra dari salah satu kyai besar Jawa Timur yang berasal dari Banyuwangi yaitu KH. Iskandar, di atas tanah yang diwakafkan oleh H. Abdul Ghoni Dja'ani (Haji Oon), putra dari KH. Abdul Shiddiq di kawasan Kelurahan Kedoya Selatan Kebon Jeruk yang saat itu dipenuhi rawa dan sawah.
DR. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ dibesarkan di Dusun Sumber Beras Banyuwangi. Dia mengikuti pendidikan dasar dan menengahnya di Pondok Pesantren Manba'ul Ulum di Sumber Beras yang diasuh oleh Ayahnya sendiri, KH. Iskandar. Kemudian Dia melanjutkan studi guna memperdalam lagi ilmu pengetahuan dan keagamaannya di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri Jawa Timur.
Kedatangannya di Jakarta kemudian berlabuh di kawasan Kedoya Utara Kebon Jeruk Jakarta Barat. Saat itu wilayah tersebut masih sepi dari penduduk, karena sebagian besar wilayahnya dipenuhi oleh beberapa bagian sawah dan ladang, serta sebagian besar rawa. Sebelum kedatangannya ke Jakarta, DR. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ, menikahi seorang gadis yang berasal dari Malang Jawa Timur, yaitu Ibu Nyai Hj. Noerjazilah, BA, yang hingga kini selalu setia menemani Dia dalam suka maupun duka. Hingga kini Dia dikaruniai 6 orang. Anak dia saat ini adalah Nur Eka Fatimatuzzahro, Istiqomah Iskandar, Ahmad Makhrus Iskandar, Atina Balqis Izza, dan Muhammad Muhsin Ibrahim Iskandar. Sedangkan anak bungsu Dia, Ahmad Ibrahim Iskandar meninggal beberapa hari setelah dilahirkan.
DR. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ., memilih nama Asshiddiqiyah untuk pesantren yang didirikannya, berdasarkan falsafah dari gelar yang diberikan Nabi Muhammad SAW kepada khalifah Abu Bakar atas keberanian dan kejujuran Abu Bakar dalam perikehidupan sehari-hari. Dia mengharapkan agar santri-santri lulusan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah dapat mengikuti perilaku baik seorang khalifah Abu Bakar, terutama dalam hal kejujuran, keberanian, dan sebagainya.
Kini, setelah 25 tahun perjalanannya, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah dibawah asuhan Dr. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ., telah mengembangkan sayap dengan menempatkan beberapa cabangnya yang juga bernama Asshiddiqiyah sebanyak 7 cabang di berbagai wilayah di negeri ini