K.H. Noer Muhammad Iskandar S.Q
Pendiri Pesantren Asshiddiqiyah
Kedekatan dengan Gus Dur dan Kisah Kelahirannya
Sumber Beras nama sebuah dusun di Banyuwangi, Jawa Timur. Dusun ini dikenal sebagai desa santri. Ada sebuah pesantren besar di dusun ini yang menampung santri dari berbagai daerah. Dulu sebelum ada pesantren, seperti umumnya desa-desa di banyuwangi, Sumber Beras juga gudangnya kaum bromocorah, tukang santet dan jawara. Di desa itulah Kiai Noer Iskandar lahir pada tanggal 5 juli 1955 dari pasangan Kyai Iskandar-Hj.Siti Rabiatun.Berawal dari desa di pelosok Banyuwangi, Kiai Noer Iskandar merambah ke tingkat nasional. Kiai Noer juga dikenal bersahabat baik dengan mantan Presiden RI ke 4, K.H.Abdurahman Wahid atau Gus Dur. Maka Kiai Nur mengetahui persis kisah di seputar terpilihnya Gus Dur menjadi Presiden RI.

Kia Nur menceritakan, sebelum memasuki Sidang Umum MPR 1999, dia dibisiki Gus Dur. “Menurut Gus Dur, realitas politik menuntut adanya calon Presiden alternative yang bisa menjadi perekat diantara dua kekuatan riil yang bertarung di Sidang Umum MPR,”ujarnya ketika ditemui di Pesantren Ashidiqiyah, Kedoya, Jakarta Barat. Saat itu kekuatan yang dominan ada pada Megawati calon dari PDIP yang meraih suara terbesar pada pemilu 1999 dan B.J.Habibie, calon yang diajukan Golkar.
Ketika tanggal 16 juni 1999, Gus Dur mengadakan pembicaraan dengan Syafiie Maarif-ketua PP Muhamadiyah -saat itu, dilontarkan pikiran tersebut. Ada kecemasan dari Gus Dur terhadap kemungkinan terjadinya perpecahan pada elemen-elemen bangsa.
Bila Habibie terpilih, ada kekhawatiran pendukung megawati akan menolaknya. Begitu juga sebaliknya, bila Megawati yang terpilih, pendukung Habibie tidak akan menerima.Sehingga bukan tidak mungkin akan terjadi perpecahan di masyarakat.
Karenanya , Gus Dur meminta pandangan Syafii Maarif terhadap dimunculkannya calon alternatif yang bisa diterima. “Siapa orangnya ? Dengan penuh keyakinan dan percaya diri, Gus Dur menyebut dirinya. Bahkan seperti dikatakan Syafii kepada wartawan, Gus Dur bahkan telah menyiapkan “Kabinet Rekonsiliasi Nasional”. Setelah itu Amien Rais ketua PAN menemui Gus Dur di kantor PB NU dan Gus Dur melakukan kunjungan balasan ke gedung Dakwah Muhammadiyah. Setelah seranngkaian pertemuan itu, bergulirlah kaukus baru yang bernama poros tengah dengan mengusung nama KH Abdurrahman Wahid sebagai calon Presidennya.
Pencalonan Gus Dur menimbulkan dilema pada awalnya, apalagi dengan Amien rais sebagai tokoh penggeraknya. “Ada keragu-raguan jangan-jangan Gus Dur sedang melakukan maneuver untuk membuka jalan bagi Megawati. Atau sebaliknya seriuskah Poros Tengah mendukung Gus Dur,”katanya.

Namun ,Kiai Noer yang banyak mendampingi Gus Dur melihat bahwa Gus Dur santai menghadapi itu semua. “Gus Dur tidak sedikit pun menunjukkan ketegangan.Ia begitu memahami perkembangan yang terjadi, baik dari kelompok Mega maupun Habibie.
Sementara Gus Dur secara pribadi tampak begitu rileks dan tidak menunjukkan adanya ambisi pribadi yang berlebihan. Seakan, Gus Dur membiarkan prose situ mengalir dengan wajar. Setiap kali bicara Gus dur selalu tampil apa adanya dengan joke-joke politiknya yang bisa mencairkan ketegangan.
Dalam sebuah kesempatan di tempat istirahat Gus Dur di Hotel Mulia, Jakarta. Kiai Noer mengaku dibisiki Gus Dur. Menurutnya dia yang akan terpilih. Perhitungannya bukan sekedar angka matematis, tapi Gus Dur mendapat isyarat yang diyakininnya bahwa dialah yang kelak menjadi Presiden. “Namun hal-hal seperti ini tidak disampaikan Gus Dur secara terbuka”, ungkapnya.
Berkaitan dengan hal itu, Kiai Noer menceritakan kejadian di makam Bung Karno, Blitar. Saat itu, Kiai Noer, Gus Dur dan Megawati serta Kiai-kiai di Jawa Timur lagi ziarah. Pada saat akan membaca tahlil, tiba-tiba Gus Dur menunjuk Kiai Noer untuk memimpin doa. Meski dalam kondisi kecapekan karena menempuh perjalanan jauh karena amanah dari Gus Dur, Kiai Noer akhirnya memimpin tahlilan.
“Selang beberapa menit tahlil, saya diserang rasa kantuk yang hebat. Beberapa menit sempat tertidur di sela-sela tahlil. Saya merasa bermimpi melihat Bung Karno memberikan keris kepada Gus dur,”kisahnya.
Usai tahlil, dia ditanya Gus Dur, apa yang tadi dimimpikan saat tertidur. Kiai Noer pun lantas menceritakan mimpinya tadi.Spontan Gus Dur mengomentari,”Itu pertanda saya yang akan jadi Presiden”. Maka Gus Dur semakin mantap maju menuju RI 1 dan mendapat restu Kiai-kiai Sepuh NU.
Ketika Gus Dur terpilih berdasarkan perolehan suara terbanyak, Gus Dur menunjukkan sikapnya yang sangat kompromis dan akomodatif.
Sinar
Kedekatannya mantan Presiden Gus Dur sekaligus dengan lingkar kekuasaan agaknya telah diberi tanda-tanda oleh Allah sejak dalam kandungan. Kisah-kisah tentang detik-detik kelahiran Kiai Noer Iskandar beberapa kali didengar dari Ibunya Hj.Siti Rabiatun.Ibunya selalu berpesan agar tidak menceritakannya pada orang lain termasuk kepada saudara-saudaranya. “Kata ibu, kisah ini hanya ayah saja yang tahu. Kisah seputar sinar terang yang memancar ke rumah kami saat menjelang kelahiran saya. Saya mendengarnya dengan penuh haru sekaligus merasa menerima amanat orangtua,”katanya.

Kiai Noer mengkisahkan, sore itu ibunya mengandung dirinya belum genap sembilan bulan. “Tidak ada rasa sakit atau mulas-mulas,”begitu kisah ibunya. Seperti malam-malam sebelumnya, ibunya bertugas mengajar Al quran. Menjelang malam, biasanya Ibu Kiai Noer tidur lebih awal. Maksudnya agar tidak sulit bangun malam. Qiyamul-lail atau shalat tahajud, kebiasaan yang tidak pernah luput dikerjakan.
Malam itu, seperti biasa, Ibu Siti bangun dan berwudhu. Baru beberapa rakaat shalat , ibu Siti istirahat sejenak, dia merasakan si bayi dalam kandungannya memberontak ingin keluar. Saat itu ada kejadian yang muncul di detik-detik kelahiran Kiai Noer. Malam itu, Ibu Siti melihat seberkas sinar memancar ke arah rumah. Ibu Siti tenang, meneruskan Shalat, tapi sinar itu sekali lagi memancar dan menyinari rumah.
Lalu Ibu Siti sejenak berhenti shalat. Namun saat itu bayi yang dikandung seakan berontak dan ingin keluar. “Ibu mengaku tidak mengerti, hanya bisa pasrah. Apapun yang terjadi terjadilah.Kelahiran saya begitu mudah terjadi,”ujarnya.
Setelah beberapa hari, kisah ini disampaikan Ibu kepada ayah Kiai Noer. Konon, Kiai Iskandar hanya manggut-manggut dan berpesan agar tidak diceritakan kepada siapa pun. “Saya pun baru diberitahu setelah beranjak dewasa, saat hendak meneruskan pendidikan di Jakarta. Ibu seakan berbisik bahwa kelak masa depan saya terang, seterang sinar yang mengantar kelahiran saya,”paparnya.
Cahaya terang terus mengiringi ketika usianya 27 tahun, tahun 1982. Kiai Noer Iskandar menikah dengan Siti Nur Jazilah, puteri Kiai H.Mashudi asal Tumpang,Malang, Jawa Timur.
Sesuai saran K.H.Mahrus Ali dari Pesantren Lirboyo saat memberikan khutbah nikah, Kiai Noer Iskandar seminggu setelah menikah ke Jakarta meski tanpa persiapan yang matang. “Saya sebetulnya tidak siap, jangankan untuk tempat tinggal, untuk makan pun juga tidak ada gambaran dengan jelas.Karenanya hari-hari pertama di Jakarta hanya bergantung pada teman-teman. Kami hidup dari satu rumah teman ke rumah teman yang lain. Alasan yang saya gunakan tentu saja memperkenalkan istri saya,”tuturnya.
Lantas Kiai Noer mengkontrak rumah di kawasan Kebon jeruk,Jakarta Barat. Saat itu Kiai Noer dipercaya mengisi ceramah di radio CBB, siarannya seminggu sekali. Seiring dengan siaran di radio, permintaan ceramah sampai ke luar Jakarta seperti Lampung, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. “Saat itu mimpi saya tentang sebuah lembaga pendidikan Islam yang berorientasi pada amaliyah semakin menggebu,”katanya.

Kini teman saya itu datang dengan membawa hadiah sebuah kios kecil di kawasan Pluit dan biaya untuk saya berangkat haji. “Hadiah terakhir ini begitu mengharukan saya. Air mata saya pun tak terasa menetes. Ya Allah engkau telah membuka jalan kami,”kisahnya.
Ternyata masih ada lagi anugerah yang dating tak terduga-duga. Ceritanya, ketika akan mengurus keberangkatan Haji atas biaya dari temannya itu tahun 1983, waktu pendaftaran sudah tutup. Namun dia tidak ingin menunda keberangkatan. Dia menemui temannya yang menjadi asisten menteri agama saat itu.
Betapa terkejut dia karena telah sekian lama mencari dirinya untuk diminta mengelola sebidang tanah di Kedoya untuk dijadikan lembaga pendidikan. Tanah ini diserahkan keluarga H.Jaani kepada H.Rosyadi untuk dibangun menjadi lembaga pendidikan Islam.
Untuk memberikan jawaban, Kiai Noer seperti biasa harus menunggu isyarat langit, istikharah. “Shalat istikharah pertama kali 12 rakaat. Isyarat yang saya dapatkan menunjukkan bahwa lahan itu baik dan prospektif. Saya juga mendiskusikannya dengan istri saya. Dalam hati kecil saya selalu bertanya pada Allah, Inikah yang disebut anugerah-Mu ya Allah,”katanya.
Berhubungan dengan itu, Kiai Noer mengalami kejadian menakjubkan di Madinah. Kiai Noer dengan rombongan Kiai-kiai dari Jawa Timur sedang menunggu shalat magrib di masijd Nabi. Tiba-tiba ada seorang tua yang tak dikenal menyodorkan kitab supaya dibaca. Tidak hanya itu, dia minta dijelaskan beberapa bagian bab kitab itu.
Kiai Noer meminta supaya yang membaca Kiai lain saja . Namun orang tua yang dari Yaman itu tetap meminta membacakannya.”Kamu jangan pelit dengan ilmu. Apapun yang kamu bisa seharusnya kamu ajarkan pada orang lain. Jangan kamu simpan sendiri.Orang lain mempunyai hak untuk diajarkan sampai jalan mereka tidak menjadi sesat,”kata orang Yaman itu.
Atas restu dari Kiai lainnya, Kiai Noer membacakan kitabnya. Selesai satu lembar dibacakan, orang tua itu menutup kitabnya, merangkul Kia Noer lalu member uang beberapa real, lantas pergi meninggalkan mereka.
Sejak kejadian itu, Kiai Noer semakin mantap untuk menerima dan mengeolala tanah wakaf dan pesantren di Kedoya, Jakarta Barat yang bernama Ukhuwah Islamiyah . Pesantren itu lalu diganti nama menjadi Pesantren Asshiddiqiyah sampai sekarang. Bahkan kini telah mempunyai 11 cabang di beberapa kota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar