Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, Cahaya Dakwah Islam di Ibu Kota


Pesantren Asshiddiqiyah selain di Kebon
Jeruk Jakarta juga terdapat Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II di Batu
Ceper Tangerang Banten, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah III di Cilamaya
Karawang Jawa Barat, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah IV di Serpong
Tangerang Banten, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah V di Cijeruk Bogor Jawa
Barat, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah VI di Sukabumi Jawa Barat, Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah VII di Way Kanan Lampung, Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah VIII di Musi Banyuasin Palembang Sumatera Selatan.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah didirikan
pada bulan Rabi’ul Awal 1406 H (1 Juli 1985 M). Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah pertama kali didirikan oleh Dr. KH. Noer Muhammad
Iskandar, SQ, putra dari salah satu kyai besar Jawa Timur yang berasal
dari Banyuwangi yaitu KH. Iskandar, di atas tanah yang diwakafkan oleh
H. Abdul Ghoni Dja’ani (Haji Oon), putra dari KH. Abdul Shiddiq di
kawasan Kelurahan Kedoya Selatan Kebon Jeruk yang saat itu dipenuhi rawa
dan sawah. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah diasuh oleh DR. KH. Noer
Muhammad Iskandar, SQ.
Dalam usianya yang ke-25, Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah telah membuka delapan cabang yang tersebar di
beberapa daerah, yaitu: Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Pusat, Kebon
Jeruk Jakarta Barat, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II, Batu Ceper
Tangerang Banten, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah III, Cilamaya Karawang
Jawa Barat, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah IV, Serpong Tangerang Banten,
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah V, Cijeruk Bogor Jawa Barat, Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah VI, Sukabumi Jawa Barat, Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah VII, Way Kanan Lampung, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
VIII, Musi Banyuasin Palembang Sumatera Selatan.
Selain memiliki kerangka umum pendidikan
formal di satu sisi dan kerangka khusus kurikulum kepesantrenan di sisi
lain, sesuai dengan Trilogi Pondok Pesantren Asshiddiqiyah yang menjadi
tujuan dasar berdiri, yaitu: (1) Menguasai Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, serta membangun Iman dan Taqwa secara lebih mendalam; (2)
Berakhlakul karimah, sebagai dasar dari perikehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bertanah air; (3) Menguasai bahasa asing, dalam hal ini
yaitu Bahasa Arab dan Bahasa Inggris seiring perkembangan zaman dengan
tanpa meninggalkan sokoguru daripada dasar pendidikan islam.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
menanamkan prinsip dasar dalam pendidikan yakni melestarikan kebiasaan
hal-hal yang baik yang telah dilakukan sejak dahulu (pembelajaran
buku-buku serta metode klasik), serta melakukan kebiasaan hal-hal
terbaru yang dilakukan orang pada masa kini yang lebih baik.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
menyelenggarakan pendidikan formal yang telah terakreditasi dengan baik,
seperti: MI (Madrasah Ibtidaiyah), pendidikan formal keagamaan
setingkat Sekolah Dasar, MTs (Madrasah Tsanawiyah), pendidikan formal
keagamaan setingkat Sekolah Menengah Pertama, SMP Islam, MA (Madrasah
Aliyah), pendidikan formal keagamaan setingkat Sekolah Menengah Atas,
SMA Islam, SMK Islam.
Sang pendiri, Dr KH Noer Muhammad
Iskandar, SQ, merupakan putra dari salah satu kyai besar Jawa Timur yang
berasal dari Banyuwangi yaitu KH Iskandar. Pesantren didirikan di atas
tanah yang diwakafkan oleh H Abdul Ghoni Dja’ani (Haji Oon), putra dari
KH Abdul Shiddiq di kawasan Kelurahan Kedoya Selatan Kebon Jeruk yang
saat itu masih dipenuhi rawa dan sawah.
Langkah pertama yang ia tangani adalah
membangun mushola kecil dari tripleks. Modal membangunnya dari bapak H
Abdul Ghani, Putra ketiga H Djaani. Seperti kisah sukses pada umumnya
Asshiddiqiyah pun merintis dengan keprihatinan, namun dalam keprihatinan
ini ia punya keyakinan yang cukup kuat, bahwa kelak lembaga pendidikan
ini akan bisa maju dan berkembang.
Bahkan kini, di Kedoya, dari lahan wakaf
yang seluas 2000 meter, telah berkembang menjadi 2,4 ha, yang di Batu
Ceper sudah berkembang menjadi enam hektare, yang di Cilamaya menjadi 11
Hektare dan yang di Cijeruk menjadi 42 hektare. Semua cabang-cabang ini
sudah dalam perencanaan besar untuk pengembangan Asshiddiqiyah masa
depan.
Kini, setelah 25 tahun perjalanannya,
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah dibawah asuhan Dr. KH. Noer Muhammad
Iskandar, SQ., telah mengembangkan sayap dengan menempatkan beberapa
cabangnya yang juga bernama Asshiddiqiyah sebanyak 7 cabang di berbagai
wilayah di negeri ini.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Kedoya
Kebon Jeruk ini adalah Pondok Pesantren Asshiddiqiyah yang pertama kali
berdiri dan menjadi pelopor berdirinya beberapa cabang Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah di beberapa tempat lainnya. Di sini juga menjadi tempat
kediaman pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, DR. KH. Noer Muhammad
Iskandar, SQ, beserta istri Ibu Nyai Hj. Noerjazilah, BA, dan kelima
anaknya.
Unit kegiatan pendidikan yang
diselenggarakan di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Pusat: SMP Islam
Manba’ul Ulum Asshiddiqiyah, Madrasah Aliyah Manba’ul Ulum
Asshiddiqiyah, Ma’had Aitam Saa’idusshiddiqiyah (Tahfidzul Qur’an),
Ma’had ‘Aly Saa’idusshiddiqiyah (Sekolah Tinggi Agama Islam, setara
Strata 1).
Unit pendidikan di Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah Batuceper adalah : MTs Manba’ul Ulum Asshiddiqiyah, SMP
Manba’ul Ulum Asshiddiqiyah, SMA Manba’ul Ulum Asshiddiqiyah, SMK
Manba’ul Ulum Asshiddiqiyah.
Sebagai salah satu unit pendidikan di
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Batuceper Kota Tangerang, SMA Manba’ul
Ulum mempunyai visi dan misi yaitu ”Menjadi Sekolah Menengah tepercaya
dalam membangun sumber daya manusia unggul pada bidang keilmuan, peka
terhadap masalah sosial, apresiatif akan nilai-nilai keagamaan dan
perkembangan budaya.”
Misi pendidikannya (1) Menyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran yang dinamis dan inovatif dengan pola
manajemen memelihara tradisi lama yang positif dan mengambil nilai-nilai
baru yang konstruktif; (2) Mengembangkan materi dan sistem pendidikan
yang menyeluruh, berkesinambungan,relevan dengan kebutuhan masyarakat
dan dunia global; (3) Meningkatkan proses pembelajaran yang mampu
mengembangkan potensi, kreasi, dan kompetisi siswa,;(4) Meningkatkan
kompetensi dan profesionalisme guru dan pengelola pendidikan; (5)
Meningkatkan dan mengembangkan sarana prasarana pendidikan berbasis
teknologi modern dan berkultur pesantren.
Noer Muhammad Iskandar dibesarkan di
Dusun Sumber Beras Banyuwangi. Beliau mengikuti pendidikan dasar dan
menengahnya di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum di Sumber Beras yang
diasuh oleh Ayahnya sendiri. Kemudian ia melanjutkan studi guna
memperdalam lagi ilmu pengetahuan dan keagamaannya di Pondok Pesantren
Lirboyo, Kediri Jawa Timur.
Lepas dari Lirboyo, ia melanjutkan ke
Perguruan Tingi Ilmu Al Qur’an (PTIQ) jurusan Syariah dari tahun
1976-1982. Uniknya selama menjadi mahasiswa ia menjalani hidup dalam
serba keprihatinan dan kesederhanan. Sekalipun tantangan hidup dan
kondisi ekonomi yang serba pas-pasan KH Nur Iskandar tetap bertahan
untuk kuliah, apalagi ia juga mendapatkan beasiswa. ”Kenangan yang
paling indah adalah saya sering tidak makan dan hidup prihatin.”
Di tengah suasana yang penuh
keprihatinan itulah, ia lalu mencari penghasilan tambahan dengan
mengajar mengaji privat dari mushola ke mushola. Ia punya pengalaman
menarik saat pulang mengajar Al Qur’an dengan masyrakat di perkampungan
penduduk pernah dikejar-kejar anjing di daerah Kebayoran Baru. “Mungkin
hikmahnya setelah saya dikejar-kejar anjing saya tidak lagi mengajar
private. Namun berkembanglah bakat saya sebagai dai dan saya mulai
dikenal dari musola sampai masjid-masjid sebagai dai yang ada di
Jakarta.”
Bakat dan minatnya untuk mendirikn dan
mengelola pesantren pun berlabuh. Bersama dengan beberapa teman, KH Noer
Muhammad Iskandar mendirikan Yayasan Al-Muchlisin di Pluit. Berbagai
kegiatan pendidikan yang sudah mulai dirintis, kemudian ia tangani
dengan sepenuh hati. Bahkan, kegiatan yang berawal dari remaja Masjid Al
Muchlisin ini, telah berkembang menjadi madrasah Diniyah, yang dari
situ lambat laun mulai mendapat simpati masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar