Rabu, 08 April 2015

pondok pesantren assiddiqiyah cahaya dakwa islam

Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, Cahaya Dakwah Islam di Ibu Kota

Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah JakartaBisa dibilang, Asshiddiqiyah kini menjadi Pesantren bergengsi dan terbesar di Jakarta. Jumlah santri sekitar 7000 santri belum terhitung yang ada di cabang-cabang di daerah lainnya.
Pesantren Asshiddiqiyah selain di Kebon Jeruk Jakarta juga terdapat Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II di Batu Ceper Tangerang Banten, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah III di Cilamaya Karawang Jawa Barat, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah IV di Serpong Tangerang Banten, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah V di Cijeruk Bogor Jawa Barat, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah VI di Sukabumi Jawa Barat, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah VII di Way Kanan Lampung, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah VIII di Musi Banyuasin Palembang Sumatera Selatan.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah didirikan pada bulan Rabi’ul Awal 1406 H (1 Juli 1985 M). Pondok Pesantren Asshiddiqiyah pertama kali didirikan oleh Dr. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ, putra dari salah satu kyai besar Jawa Timur yang berasal dari Banyuwangi yaitu KH. Iskandar, di atas tanah yang diwakafkan oleh H. Abdul Ghoni Dja’ani (Haji Oon), putra dari KH. Abdul Shiddiq di kawasan Kelurahan Kedoya Selatan Kebon Jeruk yang saat itu dipenuhi rawa dan sawah. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah diasuh oleh DR. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ.
Dalam usianya yang ke-25, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah telah membuka delapan cabang yang tersebar di beberapa daerah, yaitu: Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Pusat, Kebon Jeruk Jakarta Barat, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II, Batu Ceper Tangerang Banten, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah III, Cilamaya Karawang Jawa Barat, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah IV, Serpong Tangerang Banten, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah V, Cijeruk Bogor Jawa Barat, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah VI, Sukabumi Jawa Barat, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah VII, Way Kanan Lampung, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah VIII, Musi Banyuasin Palembang Sumatera Selatan.
Selain memiliki kerangka umum pendidikan formal di satu sisi dan kerangka khusus kurikulum kepesantrenan di sisi lain, sesuai dengan Trilogi Pondok Pesantren Asshiddiqiyah yang menjadi tujuan dasar berdiri, yaitu: (1) Menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, serta membangun Iman dan Taqwa secara lebih mendalam; (2) Berakhlakul karimah, sebagai dasar dari perikehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bertanah air; (3) Menguasai bahasa asing, dalam hal ini yaitu Bahasa Arab dan Bahasa Inggris seiring perkembangan zaman dengan tanpa meninggalkan sokoguru daripada dasar pendidikan islam.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah menanamkan prinsip dasar dalam pendidikan yakni melestarikan kebiasaan hal-hal yang baik yang telah dilakukan sejak dahulu (pembelajaran buku-buku serta metode klasik), serta melakukan kebiasaan hal-hal terbaru yang dilakukan orang pada masa kini yang lebih baik.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah menyelenggarakan pendidikan formal yang telah terakreditasi dengan baik, seperti: MI (Madrasah Ibtidaiyah), pendidikan formal keagamaan setingkat Sekolah Dasar, MTs (Madrasah Tsanawiyah), pendidikan formal keagamaan setingkat Sekolah Menengah Pertama, SMP Islam, MA (Madrasah Aliyah), pendidikan formal keagamaan setingkat Sekolah Menengah Atas, SMA Islam, SMK Islam.
Sang pendiri, Dr KH Noer Muhammad Iskandar, SQ, merupakan putra dari salah satu kyai besar Jawa Timur yang berasal dari Banyuwangi yaitu KH Iskandar. Pesantren didirikan di atas tanah yang diwakafkan oleh H Abdul Ghoni Dja’ani (Haji Oon), putra dari KH Abdul Shiddiq di kawasan Kelurahan Kedoya Selatan Kebon Jeruk yang saat itu masih dipenuhi rawa dan sawah.
Langkah pertama yang ia tangani adalah membangun mushola kecil dari tripleks. Modal membangunnya dari bapak H Abdul Ghani, Putra ketiga H Djaani. Seperti kisah sukses pada umumnya Asshiddiqiyah pun merintis dengan keprihatinan, namun dalam keprihatinan ini ia punya keyakinan yang cukup kuat, bahwa kelak lembaga pendidikan ini akan bisa maju dan berkembang.
Bahkan kini, di Kedoya, dari lahan wakaf yang seluas 2000 meter, telah berkembang menjadi 2,4 ha, yang di Batu Ceper sudah berkembang menjadi enam hektare, yang di Cilamaya menjadi 11 Hektare dan yang di Cijeruk menjadi 42 hektare. Semua cabang-cabang ini sudah dalam perencanaan besar untuk pengembangan Asshiddiqiyah masa depan.
Kini, setelah 25 tahun perjalanannya, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah dibawah asuhan Dr. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ., telah mengembangkan sayap dengan menempatkan beberapa cabangnya yang juga bernama Asshiddiqiyah sebanyak 7 cabang di berbagai wilayah di negeri ini.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Kedoya Kebon Jeruk ini adalah Pondok Pesantren Asshiddiqiyah yang pertama kali berdiri dan menjadi pelopor berdirinya beberapa cabang Pondok Pesantren Asshiddiqiyah di beberapa tempat lainnya. Di sini juga menjadi tempat kediaman pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, DR. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ, beserta istri Ibu Nyai Hj. Noerjazilah, BA, dan kelima anaknya.
Unit kegiatan pendidikan yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Pusat: SMP Islam Manba’ul Ulum Asshiddiqiyah, Madrasah Aliyah Manba’ul Ulum Asshiddiqiyah, Ma’had Aitam Saa’idusshiddiqiyah (Tahfidzul Qur’an), Ma’had ‘Aly Saa’idusshiddiqiyah (Sekolah Tinggi Agama Islam, setara Strata 1).
Unit pendidikan di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Batuceper adalah : MTs Manba’ul Ulum Asshiddiqiyah, SMP Manba’ul Ulum Asshiddiqiyah, SMA Manba’ul Ulum Asshiddiqiyah, SMK Manba’ul Ulum Asshiddiqiyah.
Sebagai salah satu unit pendidikan di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Batuceper Kota Tangerang, SMA Manba’ul Ulum mempunyai visi dan misi yaitu ”Menjadi Sekolah Menengah tepercaya dalam membangun sumber daya manusia unggul pada bidang keilmuan, peka terhadap masalah sosial, apresiatif akan nilai-nilai keagamaan dan perkembangan budaya.”
Misi pendidikannya (1) Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang dinamis dan inovatif dengan pola manajemen memelihara tradisi lama yang positif dan mengambil nilai-nilai baru yang konstruktif; (2) Mengembangkan materi dan sistem pendidikan yang menyeluruh, berkesinambungan,relevan dengan kebutuhan masyarakat dan dunia global; (3) Meningkatkan proses pembelajaran yang mampu mengembangkan potensi, kreasi, dan kompetisi siswa,;(4) Meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru dan pengelola pendidikan; (5) Meningkatkan dan mengembangkan sarana prasarana pendidikan berbasis teknologi modern dan berkultur pesantren.
Noer Muhammad Iskandar dibesarkan di Dusun Sumber Beras Banyuwangi. Beliau mengikuti pendidikan dasar dan menengahnya di Pondok Pesantren Manba’ul Ulum di Sumber Beras yang diasuh oleh Ayahnya sendiri. Kemudian ia melanjutkan studi guna memperdalam lagi ilmu pengetahuan dan keagamaannya di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri Jawa Timur.
Lepas dari Lirboyo, ia melanjutkan ke Perguruan Tingi Ilmu Al Qur’an (PTIQ) jurusan Syariah dari tahun 1976-1982. Uniknya selama menjadi mahasiswa ia menjalani hidup dalam serba keprihatinan dan kesederhanan. Sekalipun tantangan hidup dan kondisi ekonomi yang serba pas-pasan KH Nur Iskandar tetap bertahan untuk kuliah, apalagi ia juga mendapatkan beasiswa. ”Kenangan yang paling indah adalah saya sering tidak makan dan hidup prihatin.”
Di tengah suasana yang penuh keprihatinan itulah, ia lalu mencari penghasilan tambahan dengan mengajar mengaji privat dari mushola ke mushola. Ia punya pengalaman menarik saat pulang mengajar Al Qur’an dengan masyrakat di perkampungan penduduk pernah dikejar-kejar anjing di daerah Kebayoran Baru. “Mungkin hikmahnya setelah saya dikejar-kejar anjing saya tidak lagi mengajar private. Namun berkembanglah bakat saya sebagai dai dan saya mulai dikenal dari musola sampai masjid-masjid sebagai dai yang ada di Jakarta.”
Bakat dan minatnya untuk mendirikn dan mengelola pesantren pun berlabuh. Bersama dengan beberapa teman, KH Noer Muhammad Iskandar mendirikan Yayasan Al-Muchlisin di Pluit. Berbagai kegiatan pendidikan yang sudah mulai dirintis, kemudian ia tangani dengan sepenuh hati. Bahkan, kegiatan yang berawal dari remaja Masjid Al Muchlisin ini, telah berkembang menjadi madrasah Diniyah, yang dari situ lambat laun mulai mendapat simpati masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar